Sabtu, 02 April 2011

makalah ekonomi politik


EKONOMI POLITIK DAN KELEMBAGAAN
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Politik dan Kelembagaan




Disusun oleh :







FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apakah kelemahan dari pendekatan ekonomi murni?
2.      Apakah perbedaan antara ekonomi murni dengan ekonomi politik kelembagaan?
3.      Siapa sajakah tokoh ekonomi politik kelembagaan?
4.      Apakah peran transakai kelembagaan?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan tentang kelemahan pendekatan ekonomi murni
2.      Menjelaskan tentang perbedaan antara ekonomi murni dengan ekonomi politik kelembagaan
3.      Menjelasakan tentang tokoh ekonomi politik kelembagaan
4.      Menjelaskan tentang peran transaksi kelembagaan.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kelemahan Pendekatan Ekonomi Murni
Pendekatan ekonomi murni adalah adanya kelangkaan dan pilihan. Model pendekatan ini tidak mempertimbangkan faktor motivasi yang ada dibelakang aktor yang terkait dalam proses atau peristiwa tertentu. Motivasi diasumsikan cateris paribus, dan semua faktor di luar bidang ilmu ekonomi dianggap telah given. Dengan penjelasan yang terlalu menyederhanakan persoalan, Sehingga konsep-konsep ilmu ekonomi politik yang dikembangkan oleh kaum Klasik dan Neo Klasik mengabaikan faktor-faktor lain yang sebenarnya ikut menentukan bagaimana kegiatan ekonomi itu dilakukan.
Dari kelemahan model pendekatan yang dikembangkan oleh Klasik dan Neoklasik tersebut mendorong pakar-pakar sosial politik untuk mengembangkan paradigma lain yang disebut pendekatan ekonomi politik kelembagaan. Ekonomi politik kelembagaan dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk pemecahan masalah politik dan masalah ekonomi.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar persoalan ekonomi maupun persoalan politik justru berada di luar domain ekonomi dan politik itu sendiri, yaitu dalam kelembagaan yang mengatur proses kerja suatu perekonomian maupun proses-proses politik.

B.     Perbedaan Ekonomi Murni dengan Ekonomi Politik Kelembagaan

Ekonomi Murni
Ekonomi Politik Kelembagaan
Q particular, ilmu ekonomi sebagai cabang ilmu sendiri yang tidak perlu berkolaborasi dengan disiplin ilmu sosial lainnya.
Q holism, secara komprehensif memanfaatkan seluruh ilmu sosial dalam membahas masalah-masalah ekonomi
Q sebagai ekonomi positif yang hanya melakukan pendekatan empirikal dalam membahas seluk beluk ekonomi pasar.
Q sebagai ekonomi normetif yang mengaitkan faktor lain dalam menjelaskan fenomena ekonomi yang seharusnya terjadi.
Q sebagai sains kebijakan, bahwa untuk seperangkat pilihan adalah dengan perubahan harga dan pendapatan.
Q kegiatan bersama yang mampu mengubah kelembagaan akan mengubah juga pilihan individu.
Q pendekatan yang dilakukan lebih materialistik.
Q pendekatan yang dilakukan lebih bersifat idealistis.
Tabel 1.1 Perbedaan antara ekonomi murni dengan ekonomi politik kelembagaan

C.    Tokoh-tokoh Ekonomi Politik Kelembagaan
Veblen (Peran Nilai dan Norma-norma)
Bapak Ekonomi Politik Kelembagaan adalah Thostein Veblen (1857-1929), yang menjelaskan bahwa kelembagaan sebagai norma-norma yang membentuk perilaku masyarakat dalam bertindak, baik dalam perilaku konsumsi maupun produksi. Kritik yang diberikan oleh Veblen terhadap teori ekonomi Klasik dan Neoklasik adalah bahwa ketika orang yang seharusnya bertindak rasional dalam mengkonsumsi, dengan memilih alternatif terbaik untuk mamaksimisasi utilitas, maka Veblen dalam The Theory Of Leisure Class (1899), menggambarkan bahwa masyarakat Amerika yang materialistis, cenderung melakukan perilaku konsumsi yang tidak wajar (conspicius consumption). Menurut Veblen bahwa keseimbangan ekonomi adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi.
Veblen dalam bukunya Absentee Ownership and Business Enterprise (1923), yang membahas perilaku pengusaha dalam mencari laba. Dijelaskan oleh Veblen bahwa dulu laba diperoleh dengan kerja keras, akan tetapi saat ini banyak diperoleh lewat trik-trik licik. Dulu investasi masuk ke “production for use”, ke sektor riil sekarang investasi masuk ke pasar modal dengan pola“production for profit”.
Production for profit inilah yang disebut oleh Veblen sebagai Absentee Ownership, dengan perilaku yang licik dalam upaya memperoleh laba yang sebesar-besarnya dengan menjadi predator yang mematikan lawan. Sifat licik tersebut ditunjukan dengan “engan mengikuti aturan permainan” melainkan lebih pada usaha untuk “mempermainkan peraturan”. Beberapa contoh kasus yang diberikan oleh Veblen adalah, pengusaha jalur kereta api di Amerika Serikat tahun 30-an, George Soros dengan Quantum Fund-nya yang melululantahkan pasar modal negara-negara Asia Timur.
Yang menarik dari Thostein Veblen (1857-1929), adalah bahwa ajaran yang diusungnya adalah ajaran Karl Marx, yang percaya pada dorongan kreatif dam insting “workmanship”, tetapi menghindari analisis perjuangan klas Marx, sebab menurut Veblen kapitalis bukanlah musuh dan buruh bukanlah pahlawan. Veblen mengklasifikasi peran pebisnis/manajer sebagai orang jahat, dan para insinyur adalah orang baik. Sebagai pengkritik dari para ekonom Klasik, namun demikian Veblen mempunyai pendapat yang sama dengan pendapat Adam Smith, bahwa orang-orang pemerintah lebih banyak bertindak sebagai pengganggu ketimbang penyelesai masalah.

Weber. Schumter dan Myrdal (Peran Wirausahawan)
Analisis kelembagaan tidak hanya tidak hanya berakar dari disiplin ilmu ekonomi dan politik, tetapi juga dari Ilmu sosial, pakar-pakar kelembagaan yang memiliki disiplin ilmu sosial adalah Max Weber, Joseph Schumpeter, dan Gunnar Myrdal. Kajian para pakar ini adalah membahas peran wirausahawan dalam proses industrialisasi dan modernisasi. Menurut mereka bahwa tindakan manusia (termasuk tindakan ekonomi) bukan semata-mata hasil proses kalkulasi dari individu-individu otonom dan terjadi ruang hampa, melainkan berlansung dalam jaringan relasi sosial dan institusional.
Peran wirausahawan dalam menggelindingkan modernisasi, dari berbagai aktivitas ekonomi yang berubah, dihubungkan dengan lembagalembaga ekonomi, sistem ekonomi, nilai-nilai dan norma-norma berbagai peristiwa ekonomi yang tidak terlepas dari sistem politik dan struktur sosial/kultur budaya masyarakat. Kajian ekonomi politik kelembagaan, variabel/parameter ekonomi hanya merupakan hasil dari tindakan-tindakan sejumlah aktor yang berada dibelakang suatu peristiwa ekonomi.
Ilustrasi yang dicontohkan oleh Max Weber adalah proses industrialisai yang terjadi di Eropa Barat lebih merupakan kulminasi munculnya golongan kapitalis dengan Protestan ethics-nya, sehingga menurut Weber bukan variabel penanam modalnya yang penting melainkan aktor yang menggerakan kegiatan investasi tersebut yang didukung oleh situasi umum sosial politik yang memungkinkan munculnya peluang bagi aktor tersebut.

Commons, Coase dan North (Peran Hukum)
Sistem ekonomi politik tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai dan norma-norma serta wirausaha, tetapi juga oleh hukum yang membingkai sistem ekonomi politik itu sendiri. Peran hukum dalam pembangunan dibahas oleh para pakar seperti John R. Commons, Ronald Coase dan Douglas North.
Menurut pakar kelembagaan, ekonomi pasar tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi harus ada institusi yang mengatur pola interaksi beberapa aktor dalam suatu arena transaksi yang disepakati bersama. Mengatur/menentukan dan atau mewarnai suatu transaksi, sekaligus mengatur kelompok atau agen ekonomi untuk mewujudkan kontrol kolektif dari suatu transaksi diperlukan aturan main.
Adalah John R. Commons yang memperkenalkan istilah Working Rules yang mengaitkan kelembagan dengan aspek legalistik, sedangkan Ronald Coase mengembangkan metodologi biaya transaksi dan hak kepemilikan dalam struktur kelembagaan dan proses kerja sebuah perusahaan.
Kelembagaan menurut Douglas North adalah aturan-aturan dan norma-norma yang tercipta dalam masyarakat yang menentukan boleh dan tidak boleh dilakukan serta tugas dan kewajiban yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Penekanan dari North adalah memberlakukan institusi sebagai peluang sekaligus sebagai kendala eksternal bagi agen-agen ekonomi. Artinya adalah institusi membatasi (enforcement/aturan dengan sifat memaksa) agen-agen ekonomi dalam memaksimumkan usahanya di samping faktor pembatas lain yaitu sumber daya, teknologi dan preferensipreferensi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kelembagaan mengurangi unsur ketidakpastian dalam dalam ekonomi dan bisnis?. North menjelaskan bahwa institusi yang baik dapat menyelesaikan masalah koordinasi dan produksi yang terkait dengan motivasi para aktor, lingkungan, dan kemampuan pemain dalam menjinakkan lingkungan. Institusi tersebut juga harus dibangun, direkayasa, direkonstruksi, dikembangkan, dijaga kebekerjaannya, serta ditegakkan aturan mainnya oleh berbagai pihak terkait.



BAB III
PENUTUP

Ø  Simpulan
Ø  Saran










DAFTAR PUSTAKA


1 komentar: